Sabtu, 07 September 2013

PELANGI DI LANGIT BANGKA - BAG. 86

hari ini aku tak ada semangat sama sekali untuk kemana mana, aku masih
terpikir dengan kejadian kemarin, entah kenapa mama bisa datang secepat
itu, aku masih bingung bagaimana mama bisa tau kalau aku ada di bangka,
bukannya aku sudah wanti wanti pada papa dan kak fairuz agar
merahasiakan hal ini dari mama.
aku heran kenapa mama sampai menyusulku di bangka kalau hanya untuk
mengatakan pada emak mengenai aku. apa sebenarnya tujuan mama, apakah ia
memang mau membuat aku sulit. kalau memang itu niatnya jujur sekarang
aku memang sulit, aku tak tau lagi harus bagaimana. rasanya apapun yang
aku lakukan tak bisa sebebas dulu lagi, aku tak mau kalau keluargaku
mengira aku melakukan macam macam kalau aku keluar.
erwan kemarin telah mendengar kalau aku gay, apakah dia akan menjauhiu
karena hal itu aku juga belum yakin. selama ini erwan adalah teman yang
sangat baik dan pengertian. aku tak mau kehilangan teman sebaik erwan.
aku harap ia bisa mengerti dan menerima keadaanku apapun itu.
cuaca diluar sangat panas, keringat tak henti hentinya mengalir dari
keningku, kipas angin yang aku pasang tak juga mampu menghalau rasa
gerah, kalau dulu aku tak perlu merasa takut geah karena dalam kamarku
ada AC yang setia menyejukanku dalam keadaan cuaca bagaimanapun.
emak lagi tak ada dirumah, katanya dia kerumah tetangga yang mau hajatan
minggu ini, biasalah emak selalu bantu bantu kalau ada tetangga yang ada
hajatan. kata emak kalau kita membantu mereka, maka kalau nanti ada
acara dirumah ini pasti akan banyak yang ikut membantu. memang disini
suasana kekeluargaan masih kental.
yuk yanti bersama suami dan anaknya pergi kerumah orangtua suaminya,
biasalah kalau hari sabtu kata emak, yuk yanti sering menginap dirumah
mertuanya. sedangkan yuk tina masih kerja dan belum pulang.
aku pandangi seisi kamarku, sepertinya aku harus melakukan sedikit
perubahan agar aku tak bosan. aku mau mengganti ranjang dan lemari,
sepertinya aku juga butuh televisi agar aku bisa lebih betah dalam kamar
ini. aku ingin membuat beberapa perubahan dirumah, aku yakin papa tak
akan keberatan kalau aku menggunakan uangnya, aku akan membeli lemari es
untuk emak, kalau ada lemari es, emak akan lebih praktis kalau mau
menyimpan bahan makanan dan kami juga bisa lebih berhemat. aku ambil
handphone lalu aku menelpon papa.
saat mendengar suaraku, papa terdengar senang, aku utarakan keinginanku
tasi. seperti yang telah aku duga papa tak keberatan sama sekali. ia
bilang kalau aku bisa membeli apa yang aku butuhkan dan ia juga bilang
kalau ia rutin mengisi saldonya, jadi tak ada yang perlu aku kuatirkan.
papa juga bilang kalau dalam beberapa hari ke depan mungkin ia akan main
ke bangka. dengan antusias aku bilang aku akan menunggunya.
setelah selesai bicara sama papa, tanpa membuang waktu aku pergi ke
jalan dan menunggu angkot. tanpa aku duga mobil erwan yang malah
berhenti di depanku. ia membuka kacanya dan menyapaku.
"mau kemana kamu rio…?"
erwan membuka kacamata hitam yang ia pakai.
"rencananya sih mau ke pasar, kamu mau kemana wan?"
tanyaku dengan agak canggung, entah kenapa rasanya aku malu menatap
erwan. aku tak tau apa yang ia pikirkan tentangku.
"kalau begitu kita sama sama aja ya, kebetulan aku juga mau nyari
laptop, punyaku yang biasa aku pakai sudah agak heng…"
erwan terdengar biasa saja, ataukah mungkin memang dia tak
mempermasalahkan keadaanku, kalau memang begitu artinya aku bisa
bernafas lega.
"ayo buruan masuk, panas di nih..!"
aku membuka pintu mobil yang di sebelah erwan lalu masuk dan duduk.
erwan langsung melajukan mobilnya menuju ke pasar.
"kamu nggak kerja hari ini wan..?"
"kan sekarang hari sabtu, kamu lupa ya, atau lagi banyak pikiran..?"
erwan menatapku tajam, aku mendesah.. ternyata tiba juga saatnya erwan
mau tau tentang masalahku. aku jadi ragu apakah aku harus berterus
terang menceritakan segalanya pada erwan atau aku simpan rahasia ini,
tapi kalau aku rahasiakan erwan sudah tau kalau aku ini gay. rasanya
seperti makan buah simalakama.
"sekarang aku mengerti kenapa kamu kembali lagi kesini, kenapa kamu tak
cerita padaku rio, bukannya kita berteman akrab, kamu bisa cerita apa
saja padaku tanpa ragu, kamu seperti tak kenal saja padaku.."
"bukan begitu wan, aku tak mau cerita karena ini sangat pribadi, aku tak
mau kalau sampai kamu memandangku dengan negatif, aku takut kamu tak mau
lagi berteman denganku…"
"mana mungkin rio, apa kamu pikir dengan semudah itu aku bisa melupakan
persahabatan kita hanya karena kamu seorang gay, kalau mau jujur
sebenarnya aku sudah lama tau mengenai itu, tapi aku sengaja tak
membahasnya, aku tak mau kamu malu… aku tau dari rian…"
mendengar kata kata erwan rasanya aku bagaikan tersambar petir. ternyata
rian sudah lama mengatakan ini pada erwan. jadi selama ini erwan sudah
tau mengenai hubunganku dengan rian.
"kapan rian bilang sama kamu wan..kapan, kenapa dia sampai cerita sama
kamu?"
"sudah lama sekali rio, waktu kamu berangkat ke palembang dulu, aku tak
percaya saat rian bilang kalau kamu dan dia pacaran. dia cerita semua
padaku, dan saat dia ke palembang untuk menyusul kamu aku sempat
peringatkan dia kalau mungkin saja kamu hanya sekedar menganggap dia
sahabat..sekarang aku jadi mengerti kalau kamu dan rian memang berpacaran…."
"maaf wan, memang benar aku berpacaran sama rian, aku juga tak tahu
bagaimana awalnya hingga aku sampai punya rasa pada rian, aku juga tak
mampu menepis perasaanku itu…"
suaraku semakin pelan. kalau ingat lagi tentang rian aku jadi sedih,
entah apa kabarnya sekarang, aku takut sekali ia melakukan sesuatu hal
yang nekat, selama ini aku sudah banyak membuat dia sakit hati.
"kamu berhak memilih jalan hidup kamu, kamu berhak memilih siapapun yang
kamu cintai..tetapi kenapa harus laki laki rio.."
desis erwan nyaris tak terdengar.
"cinta tak memilih siapa..tak memilih harta..tak memandang rupa, tak
menilai kasta..bahkan tak terbatas kelamin sama, karena cinta adalah
suara hati, itu yang aku rasakan wan.. mungkin sulit bagimu untuk bisa
mengerti, aku juga tak memaksa kamu untuk bisa menerima semua ini… cinta
itu datang tanpa dapat aku cegah…"
rasanya aku ingin menangis. aku tak tau kenapa rasanya aku tak ingin
erwan kecewa, dia tak menyadari kalau sekarang aku sedang berusaha untuk
mengenyahkan perasaan yang mulai bersemi dalam hatiku..aku mencintai
erwan, sesuatu yang bahkan tak pernah terlintas dalam pikiranku akan
terjadi.
"aku dapat memahaminya rio, apa juga yang dapat aku lakukan.. hanya saja
aku yakin kalau kamu masih bisa berubah asalkan kamu ada keinginan…aku
yakin itu.."
"entahlah, aku sendiri tak yakin, aku tak tau bagaimana menghadapi semua
ini, akmu tak merasakan apa yang aku rasa, kamu bisa bilang seperti itu
karena kamu bukan aku, kamu tak mengalami apa yang aku alami…kamu tak
rasakan apa yang aku rasa…"
"kamu tak perlu panik seperti itu rio, aku bisa mengerti kok…aku tak
menyalahkan kamu untuk semua yang kamu rasakan dan alami, cuma sebagai
sahabat aku tak mau melihat kamu menderita…cinta yang kamu rasakan itu
hanya akan membuat kamu menderita, siapa yang akan setuju kalau kamu
mencintai seorang lelaki, aku yakin kamu menyadari itu…"
erwan masih mencoba untuk menasehatiku.
"terimakasih wan untuk perhatian kamu, aku hargai… kamu tau saat aku
sedang mencoba memulai dengan perempuan, yang ada semuanya malah gagal
sebelum dimulai…kamu kira akan mudah untuk berubah, aku juga sudah
mencoba mengenyahkan rasa yang tak wajar, namun sangat sulit…"
rasanya perjalanan ke pasar kali ini sangat lama sekali, aku ingin
segera mengakhiri pembicaraan yang membuat aku tersudut ini.
"kalau mengenai tiara memang terus terang kemarin dia sangat terkejut,
kamu tau rio… sebenarnya tiara suka sama kamu dan berhara kamu jadi
pacarnya, namun semuanya telah kandas, tiara tau tak akan mungkin
terjadi walaupun ia menyukaimu kamu tak akan pernah menyukainya…"
"tiara bilang apa sama kamu wan, apa dia kecewa sama aku..?"
tanyaku sangat ingin tau.
"kalau kecewa ya tentu saja rio, siapa yang tak kecewa kalau pujaan
hatinya ternyata tak akan bisa mencintainya, namun tiara juga tipikal
wanita yang berpikiran realistis, ia tak mau memaksakan sesuatu yang tak
mungkin…"
"aku malu sama tiara, aku bersikap seolah memberikan harapan padanya,
padahal sebenarnya aku hanya ingin membuktikan pada diriku sendiri kalau
aku juga bisa mencoba dengan perempuan, kalau saja kemarin mamaku tak
datang mungkin tak akan begini ceritanya…sepertinya aku memang
ditakdirkan untuk menjadi seorang gay…"
kataku dengan putus asa.
"kamu jangan bilang begitu, mungkin memang kamu belum ada jodoh sama
tiara, tapi tak menutup kemungkinan kalau nanti akan ada perempuan lain
yang bisa menerima kamu apa adanya…aku yakin itu.."
"kita sudah sampai wan, lebih baik sekarang kita cari laptop kamu dulu.."
aku merasa bersukur sekali karena aku bisa nengakhiri pembicaraan ini.
aku dan erwan memasuki sebuah toko komputer, toko yang lumayan lengkap
menyediakan bermacam macam komputer, laptop beserta perlengkapannya.
erwan memilih laptop yang ia inginkan sementara aku hanya berjalan dari
rak ke rak untuk melihat lihat.
setelah erwan mendapatkan laptopnya dan membayar, kami meninggalkan toko
komputer lalu erwan menemaniku ke toko mebel.
*********
saat emak pulang ia agak kaget juga karena melihat kulkas warna putih
sudah bertengger dengan gagah di dapur. emak sempat protes namun seperti
biasa aku langsung menjelaskan pada emak kalau aku masih ada tabungan
yang tak akan habis kalau aku berhemat, aku katakan pada emak kalau
dengan adanya kulkas dirumah ini maka emak akan bisa lebih berhemat
karena takkan ada makanan yang terbuang.
sebenarnya aku ingin sekali membelikan televisi baru, tapi aku tak mau
emak marah lagi karena aku tau bagaimana emak, ia tak suka menghambur
hamburkan uang yang dicari dengan susah. sedari dulu telah terbiasa
hidup bersahaja tentu saja emak jadi teratur dalam menggunakan uangnya.
erwan masih menunggu di kamarku, tempat tidurku yang baru ini sebuah
springbed dengan double kasur yang bisa digeser selayaknya laci, jadi
aku bisa mengajak papa menginap disini nantinya.
aku membuat kopi untuk erwan dan membawanya ke kamar.
"biasa lah wan emak..kalau aku beli sesuatu yang agak mahal menurutnya,
ia pasti akan langsung protes…"
"wajar lah rio, emakmu kan tak tau bagaimana mewahnya kehidupan kamu
waktu di palembang, mungkin kamu sudah biasa tapi tidak dengan emakmu,
wajar saja kalau dia protes…"
erwan tersenyum sambil membaringkan tubuhnya diatas kasur.
"aku pengen sekali menyenangkan hati emak, dari dulu aku sangat ingin
melakukan itu…"
"makanya kamu lanjutakn lagi kuliah kamu agar nantinya kamu bisa segera
cari kerja dan kamu punya penhasilan sendiri jadi kamu bisa membantu
emakmu.."
nasehat erwan.
"iya wan, makasih ya udah mengingatkan aku…"
"rio aku mau menanyakan sesuatu padamu, maaf kalau ini agak pribadi.."
erwan beringsut dari tempat tidur lalu bergeser mendekatiku. aku menatap
erwan dengan tanda tanya.
"apa wan?"
"kamu sudah putus ya sama rian..?"
"kok kamu menyanyakan hal itu..?"
aku jadi heran.
"sekedar mau tau aja yo, kan kalian sudah lama sekali pacaran sejak
lulus SMP dulu, bagaimana kabar rian sekarang, kalau kalian sudah putus
apa yang menyebabkannya, kalau aku boleh tau..?"
erwan menatapku dengan penasaran.
"rumit kalau dijelaskan , tapi yang pasti kami sudah lama tak kompak dan
tak sejalan, banyak pertentangan dan pertengkaran selama kami
bersama…rian sangat temperamental…aku sering bingung menghadapinya,
kadang aku tak percaya kalau kami berdua sebenarnya pacaran…"
aku mencoba menjelaskan seadanya. namun erwan nampaknya masih belum puas.
"rian temperamental, apa dia suka memukul dan marah marah sama kamu..?"
"ya begitulah…"
"tapi seingatku dulunya rian kan sangat ramah dan baik, kenapa dia bisa
berubah..?"
erwan jadi semakin penasaran.
"karena apa aku juga tak tau, tapi yang jelas kecemburuan yang jadi
penyebabnya dan hampir itu terus sebagai penyebabnya..!"
"apa kamu selingkuh…?"
selidik erwan.
"iya….!"
tanpa berpikir aku menjawab. erwan langsung terdiam.
"rian tau kalau kamu selingkuh, terus bagaimana reaksinya, kamu
selingkuh sama siapa…?"
erwan mencecarku dengan pertanyaan beruntun, aku tak mengerti kenapa
masalah ini membuat erwan begitu tertarik. biarlah aku akan jawab apa
adanya biar erwan tau siapa aku sebenarnya, aku tak mau nantinya ada
salah faham diantara kami, aku tak mau disalahkan sebagai orang yang tak
setia.
aku ceritakan pada erwan segala yang terjadi, bagaimana aku yang awalnya
dipaksa sama om sebastian, lalu hubungan kami yang berjalan hingga rian
datang, dan rian mengalah karena tau aku sudah ada yang punya, lalu aku
ceritakan juga tentang aku yang putus dengan om sebastian karena dia
menikah. dan aku kembali pada rian, lalu pertengkaran yang tak ada habis
habisnya hingga akhirnya aku selingkuh lagi dengan om sebastian dan
berakhir dengan rian yang mau membunuhku, semuanya aku beberkan dengan
tuntas tanpa ada yang terlewati.
"untung saja rian tak berhasil membunuhmu rio, kalau ia melakukan itu
aku bersumpah akan membalasnya dengan tanganku sendiri..!"
erwan bergidik, namun tak aku duga dia malah membelaku.
"aku pun sangat takut saat itu…entahlah bagaimana aku bisa lolos mungkin
memang tuhan belum mau kalau aku mati..!"
"kamu belum terlalu mengenal rian, tapi kamu sudah mau jadi pacarnya,
aku juga kaget…tapi kadang cinta memang tak dapat ditentukan pada siapa
dan kapan datangnya.."
"itu yang terjadi padaku…semua sudah terlanjur, aku sudah dapat
pelajaran yang berharga, aku nyaris kehilangan semuanya.."
"kamu masih memiliki keluargamu disini dan kamu juga masih memiliki aku
rio.."
erwan menggenggam tanganku, rasanya aku bagaikan dialiri listrik hingga
membuat aku sedikit terlonjak, dengan cepat aku tarik tanganku.
"kamu tak jijik denganku wan..?"
aku agak kuatir.
"kenapa harus jijik yo, kamu ini ada ada saja…bagaimana mungkin karena
masalah itu aku jadi jijik sama kamu, aku bisa mengerti kenapa kamu jadi
begitu, kadang memang manusia dihadapi pada situasi yang membuat
bingung…kamu butuh orang yang mengerti kamu, aku sebagai sahabatmu tak
mungkin meninggalkanmu hanya karena kamu seorang gay, aku tau tak mudah
bagi kamu menjalaninya…"
tatapan erwan begitu meneduhkan seteduh kata katanya yang menyiram
batinku hingga terasa dingin.
"makasih wan, aku tau kamu adalah sahabat terbaik yang bisa aku
andalkan..aku sayang kamu wan.."
entah kenapa kata kata itu meluncur begitu saja dari bibirku.
"tapi bukan naksir kan..?"
erwan menggodaku sambil tertawa.
"kalau naksir memangnya kenapa, kamu juga nggak rugi kan kalau di taksir…!"
aku pura pura bercanda.
"kalau kau sih nggak rugi, tapi kamu yang rugi, aku sudah ada pacar,
kamu akan makan hati ha..ha.."
erwan tergelak sambil menampar bahuku pelan.
"kan bisa jadi selingkuhan…"
"nggak takut ketauan sama anna, dia sangat sayang loh sama aku, bisa
bisa kamu dikejarnya sampai ke ujung dunia..!"
erwan sok serius.
"anna gadis yang beruntung, kamu sangat mencintainya.."
"gadis yang kamu cintai nantinya juga gadis yang beruntung rio, aku
yakin itu.."
erwan memberiku semangat.
"bagaimana kalau ternyata yang aku cintai itu bukan seorang gadis..?"
tanyaku berlagak inosen.
"kalau bukan gadis ya berarti cowok itu dapat masibah..!"
erwan tertawa dan buru buru menyingkir karena aku langsung mencubitnya.
"gila..! cubitanmu sakit banget melebihi cubitan anna…!"
erwan mengusap usap tangannya yang tadi bekas aku cubit.
"itu belum seberapa, aku juga bisa lebih romantis dan penyayang melebihi
anna..!"
"jangan memancingku rio…"
erwan mendesah.
"aku tak memancing kok, cuma mengungkapkan fakta… jangan kuatir wan,
kita adalah sahabat, aku tak akan membuatmu merasa tak nyaman denganku,
aku tau persahabatan lebih indah dari paaran, aku sudah ada pengalaman
berpacaran dengan sahabat dan hasilnya seperti itu…"
aku memandang ke luar jendela, matahari masih bersinar terik, pohon
mangga yang ada di luar tak mampu menghalau panasnya.
"sepertinya aku harus pulang yo, aku ada janji sama anna, nanti aku
kesini lagi kalau sudah selesai… kamu tak kemana mana kan?"
erwan berdiri dan memakai jam tangannya yang tadi ia letakkan diatas meja.
"kayaknya nggak wan, nggak ada tujuan juga.."
"nanti malam kita kerumah anna ya, ada tiara juga disana"
"nggak wan aku malu ketemu tiara.
"biasa aja rio, lagian tiara kan sudah tau kalau kamu gay, apalagi yang
membuatmu malu, tiara tak masalah kok, kalian kan bisa jadi teman
walaupun tak jadi pacaran.."
"liat saja nanti ya, aku pikir pikir dulu…"
aku masih ragu.
"nanti aku telpon, sekarang aku pulang dulu…"
aku mengantar erwan ke pintu depan, ia berpamitan sama emak dan yuk tina
yang sdang duduk di teras. setelah mobilnya menghilang aku masuk lagi ke
dalam rumah.
*********
"jadi papa yang kasih tau ke mama kalau aku di bangka..?"
tanyaku nyaris tak percaya. papa yang sedang menyetir tak langsung
menjawab malah mengambil softdrink yang ada di sampingnya dan minum.
"kenapa papa kasih tau ke mama, papa tau mama datang sambil ngamuk
ngamuk, dan ia juga bikin aku malu, ia katakan semua pada keluargaku,
kenapa papa bilang sama mama kalau aku ada disini..?"
dengan tak sabar aku mendesak papa.
"kamu tau sendiri bagaimana mama kamu, ia selalu bisa memaksa papa… ia
mengancam kalau sampai papa tak katakan dimana keberadaan kamu ia akan
menyusul sendiri ke bangka dan memastikan apa kau ada disini, mamamu
bilang kalau ia akan membuat kamu menyesal, papa takut terjadi apa apa
sama kamu makanya papa bilang saja biar mamamu tak berbuat yang aneh
aneh, tapi rupanya papa salah…"
papa terdengar seperti menyesal.
"papa tau sendiri bagaimana mama…aku sampai kaget, untung saja
keluargaku tak terlalu meributkan soal itu, tapi aku jadi nggak enak
hati sendiri pa, aku sudah mengusir mama. .. aku terpaksa melakukan itu
karena mama marah marah sama emak dan menyalahkan emak…"
"nanti papa akan bicara lagi sama mama kamu, oh ya rio kamu dapat salam
dari koko dan mamanya, mereka sangat kangen sama kamu, mereka juga kesal
karena kamu pergi tanpa pamit sama mereka.."
mendengar nama koko aku jadi kangen padanya, ia temanku yang baik..
keluarganya juga sangat ramah padaku, aku tak mudah untuk melupakan
mereka semua.
"bagaimana kabar mereka pa. baik baik saja kan..?"
"mereka baik baik saja, mama koko nanya kamu terus, ia marah kenapa kamu
tak tinggal saja sama mereka kalau kamu ada masalah.."
"aku tak mau buat mereka repot, aku juga tak mau membuat masalah.. mama
bisa marah sama mereka kalau sampai menampung aku tinggal disana…"
"mama mu tak akan berani marah sama mereka rio, kamu tau kan mama koko
itu kakaknya papa.."
"iya juga sih… nanti kalau aku sempat aku main ke palembang dan menemui
mereka.. kalau papa pulang nanti tolong sampaikan salamku sama mereka.."
papa menghentikan mobil di sebuah restorsn msksn sn laut yang berada di
tepi pantai. aku senang sekali dengan suasana pantai sore yang teduh,
air laut yang beriak menimbulkan gelombang kecil meninggalkan buih
diatas pasir putih.
pohon cemara yang tumbuh berjejer di sepanjang pesisir pantai sedikit
meneduhkan dari sinar matahari yang kadang menyengat.
"coba tadi kita ngajak emak ya pa, aku tak tau kalau papa mau ngajak
makan disini…"
kataku smbil duduk di kursi yang menghadap ke arah pantai. seorang
pelayan datang sambil memberikan buku menu. papa mengambil buku itu dan
membacanya. setelah itu papa menulis menu yang ia inginkan. setelah
selesai papa berikan padaku.
"kapan kapan kita ajak keluargamu kesini, soalnya hari ini papa agak
buru buru, nanti malam papa ada pertemuan dengan beberapa rekan bisnis
papa.."
aku menuliskan beberapa nama makanan dan minuman pada buku menu. dan
memberikan pada pelayan restoran makanan laut itu.
"boleh kan aku pessan untuk dibawa pulang kerumah..?"
"pesan saja nak, tak masalah…oh ya gimana rencana kamu, kapan kamu mau
kuliah lagi, papa ingin nantinya kamu bantu papa mengurusi bisnis papa,
kamu anak laki laki papa satu satunya, astrid adik kamu masih sangat
kecil, jadi hanya padamu papa berharap.."
"secepatnya aku kuliah lagi pa, cuma kalau sekarang aku masih belum bisa
fokus, tapi aku janji kok pa pasti akan kuliah lagi.."
papa menyalakan rokok sambil menunggu pesanan datang, aku memandangi
ombak yang berkejaran di pantai. rasanya hidup ini begitu singkat, masa
masa berlalu tanpa terasa. begitu banyak hal yang terjadi dalam hidupku.
saat aku masih kecil aku tak pernah membayangkan akan mempunyai ayah
lagi, aku tak mengira kalau sebenarnya aku anak angkat, aku mempunyai
dua orang ibu yang sangat berbeda, apakah aku salah kalau aku lebih
menyayangi emak ketimbang ibu kandung yang melahirkanku.
"kamu sedang memikirkan apa rio, kok kamu kayaknya gelisah..?"
tanya papa sambil memandangiku lekat lekat.
"pa. aku mau tanya, apakah papa dulu bahagia saat bersama mama..?"
"kenapa kamu tanyakan itu nak, tentu saja papa bahagia, tapi tak cukup
hanya cinta kalau mau membangun rumah tangga, restu dari keluarga juga
menentukan apakah bahagia atau tidaknya dalam mengarungi rumah tangga.."
papa sedikit murung, sepertinya papa sedang mengingat kembali
kenangannya dulu bersama mama.
pelayan datang membawakan pesanan kami. aku dan papa makan siang dalam
kebisuan karena sibuk denga pikiran masing masing. papa datang tadi pagi
ke bangka dan langsung mengajak aku jalan jalan. kata papa dia
rencananya seminggu di bangka. papa sedang mengurus proyeknya disini.
tapi papa menginap di hotel, padahal aku berharap papa mau menginap
dirumah emak. tapi papa bilang ia tak mau merepotkan jadinya ia lebih
memilih di hotel.
setelah selesai makan kami menunggu pesanan yang akan aku bawa pulang
untuk emak dan ayuk ayukku, pelayan memberikan bungkusan dan papa
membayar semuanya. lalu papa mengantar aku pulang. papa bilang kalau
besok dia akan jemput kau lagi untuk mengajak jalan jalan.
emak senang sekali saat aku membawakan udang goreng masak tomat dan
kepiting pindang kesukaannya. karena dari restoran, kepitingnya
berukuran besar besar. aku melihat keluargaku makan dengan bahagia,
rasanya aku mau menukarkan apa saja yang aku miliki asalkan dapat terus
merasakan kebahagiaan seperti ini.
baru saja aku mau ke kamar tiba tiba ada dua mobil sedan berwarna biru
metalik dan hitam yang masih terlihat baru berhenti tepat di depan
pekarangan. dengan rasa ingin tahu aku menghampirinya, ada siapa yang
datang soalnya aku tak pernah melihat mobil itu sebelumnya.
seorang pria turun dari mobil yang berwarna hitam lalu menghampiriku.
"benar ini rumahnya rio khrisna..?"
tanya pria itu, aku taksir umurnya tak lebih dari empatpuluh tahun.
"iya benar, ada apa…?"
"saya disuruh mengantarkan mobil ini buat rio…mana rio nya..?"
"saya sendiri… siapa yang suruh mengantarkan mobil itu kesini..?"
aku belum bisa mengatasi rasa kaget.
"dar iibu mega suharlan.. saya hanya disuruh mengantarkan saja, katanya
itu mobil bapak rio.."
jawab pria itu dengan sopan. aku jadi makin terkejut, ada apa tiba tiba
mama memberikan mobil untukku, bukannya mama masih marah padaku, apalagi
dengan sikapku kemarin mungkin mama masih tersinggung.
"tapi apa tak salah pak…?"
aku masih belum yakin.
"kalau memang bapak bernama rio khrisna, artinya saya tak salah..tolong
bapak tandatangani dulu disini sebagai tanda serah terima.."
pria itu memberikan sebuah nota padaku. mungkin karena aku sedang
kebingungan tanpa berpikir lagi aku tandatangani nota itu, aku baru
tersadar setelah pria itu masuk ke dalam mobil yang biru dan pergi. aku
mengejar mobil itu namun jalan mobil itu terlalu cepat, entah mengapa
perasanku mengatakan dalam mobil biru tadi ada mama.
aku hampiri mobil hitam yang ditinggalkan pria itu tadi. lewat kacanya
yang terbuka aku mengambil kunci yang di tinggal di dalamnya.
*********
emak dan ayuk ayukku sangat kaget sekali saat tau kalau mama memberikan
aku mobil, emak bahkan jadi kuatir, masalahnya baru saja beberapa hari
yang lalu aku dan mama bertengkar dan mama kelihatannya sangat marah,
lalu tiba tiba saja tanpa ada angin apa mama memberikan mobil, tentu
saja ini sangat mencurigakan.
aku merasa mobil ini sudah sangat kontras dengan rumah emak, kenapa mama
sampai terpikir untuk memberikan mobil ini sedangkan mama tau aku
tinggal dirumah ini. rasanya terlalu berlebihan dengan mobil semewah ini.
emak menanyakan mobil itu akan aku pakai atau tidak, aku tak bisa
menjawabnya karena memang aku belum ada bayangan akan aku apakan mobil
ini. aku akan bilang sama papa kalau ia datang hari ini. aku akan minta
pendapatnya apa yang harus aku lakukan, aku juga akan meminta papa
bicara sama mama mengapa sampai ia memberikan aku mobil.
"dek besok anterin ayuk kerja ya…pake mobil itu..!"
yuk tina lah yang paling senang melihat mobil ini. ia sangat antusias
sekali. aku tak tau harus jawab apa, kalau aku menolak kesannya aku
pelit. tapi kalau aku turuti aku juga masih kuatir, aku takut ada maksud
terselubung dibalik mobil ini. siapa yang bisa menduga sikap mama. aku
juga sebagai anaknya kadang masih bingung.
"nanti lah yuk, aku juga belum tau apakah akan memakai mobil ini atau
mengembalikannya…"
jawabku jujur.
"jangan dong dek…kan sayang mobil sebagus ini dikembalikan, wajar saja
mama adek kasih mobil ini sama adek, kan adek anaknya…lagipula mama adek
kan kaya sekali..!"
yuk tina keberatan.
"tina..kamu ini apa apaan sih, jangan bikin adik kamu bingung…!"
tegur emak dengan tegas.
"kalian ini aneh, mobil ini kan sudah jelas punya rio…kenapa juga harus
ragu lagi, sudah jelas jelas mama rio yang ngasih buat dia..jadi
manfaatkan dong, kan sayang kalau hanya di pajang…"
bantah yuk tina.
"iya yuk, nanti aku mau bicara sama papa dulu, kalau kata papa pakai
nanti aku pakai. tapi kalau kata papa jangan, aku terpaksa akan
kembalikan mobil ini.."
yuk tina kelihatannya agak kecewa namun ia tak mengatakan apa apa lagi.
kami masuk ke dalam rumah dan membahas kemungkinan kemungkinan di balik
pemberian mobil dari mama itu.
**********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar